Rumah Tukik Ujungkulon tetap mengukir asa, ditengah Pandemi
Ujungkulon, daerah terujung sebelah barat Pulau Jawa, berada di wilayah penyangga Taman Nasional Ujungkulon, tempat badak bercula satu masih tersisa, hanya di TNUK (Taman Nasional Ujung Kulon).
Kalau kita dari pusat kota Provinsi Banten Kota Serang menuju Ujung Kulon maka jarak yang ditempuh hampir 150 KM, tetapi perjalanan sejauh itu tidak akan terasa lama karena kita akan disuguhkan pemandangan alam yang menakjubkan, apalagi jika jalur yang kita ambil adalah jalur wisata Tanjung Lesung, pemandangan laut di sebelah kanan jalan dan perbukitan disebelah kiri jalan akan memanjakan mata kita dengan udara segar yang plong banget dihisap hidung kita.
Motor tua saya dipacu sekuatnya menyusuri jalan datar yang berbatasan langsung dengan laut biru sebelah kanannya dan hijau hutan TNUK sebelah kirinya. Tidak terasa saya telah sampai ke tempat tujuan yaitu desa Tamanjaya.
Desa Tamanjaya, sebagai desa penyangga Taman Nasional terdapat kelompok pengrajin yang terus konsisten mengembangkan aneka produk kerajinan.
Saya telah ditunggu beberapa orang yang sedang begitu asik memainkan alat ukir, beberapa saat setelah bercengkrama secangkir kopi datang untuk menambah hangat suasana. (02/06/20)
Saya sedang berkunjung kepada Kelompok Pengrajin Rumah Tukik Ujungkulon yang merupakan binaan dari Yayasan Matahati Chakra Hadirasa.
Kelompok pengrajin yang tidak pernah berhenti untuk terus membuat kerajinan dari limbah tempurung kelapa dan patung badak cula satu dari bahan limbah kayu mahoni atau lame.
Bertemu dengan pendirinya Abdul Roham atau yang akrab di sapa Abled lelaki yang sekarang berusia 35 tahun, menceritakan jika Rumah Tukik Ujungkulon didirikan sejak tahun 2011 di kampung Tamanjaya Desa Tamanjaya Kecamatan Sumur, kabupaten Pandeglang.
Sore itu Abled bercerita tentang lesunya pengunjung ke tempatnya ditengah wabah covid19 yang sedang melanda seluruh dunia, biasanya pembeli kerajinan Rumah Tukik adalah mereka yang berwisata ke kawasan TNUK , walau demikian sore itu sang pengrajin bernama Akhyar sedang membuat patung badak cula satu, Abled mengatakan jika ditengah Pandemi Covid19 mereka tetap semangat berkarya.
“Wabah ini tidak menyurutkan semangat mereka dalam memanfaatkan keadaan untuk terus belajar dan belajar demi menghasilkan karya yang lebih baik lagi”
Jika saya perhatikan sang pengrajin yang sedang membuat patung badak itu begitu teliti, Akhyar mengungkapkan jika dia harus teliti karena spesial patung yang dibuat Rumah Tukik adalah patung dengan tekstur menyerupai kulit badak sehingga terkesan asli seperti badak cula satu aslinya. Sesekali Akhyar menyeruput kopi hitam yang nampaknya sejak dibuat baru sempat dinikmati.
Suguhan kopi hitam sambil menikmati debur ombak yang menghantam karang itu sungguh terasa nikmat, sesekali angin berhembus menambah nikmat suasana.
Sambil ngobrol santai Abled sebagai koordinator Rumah Tukik Ujungkulon menceritakan kepada saya, “Kami sangat merasa bersyukur dimana kami masih bisa berkarya ditengah situasi lockdown walau sebenernya kurang dalam penjualan. Namun kami tidak pernah menyerah untuk terus meningkatkan kemampuan kami dalam pembuatan patung badak ini, semoga kami berharap dunia segera pulih kembali dari pandemi ini dan dapat kembali bisa banyak pengunjung dan kami bisa menjajakan kembali kerajinan kami untuk dipamerkan dan dijual.” ungkapnya, sambil menatap laut yang sedang menunggu matahari menyapanya.
Sementara pengrajin yang lain bernama Iyan menimpali percakapan sambil terus fokus pada pekerjaannya “Jika kami berhenti dengan keadaan seperti ini maka kami tidak ada upaya untuk bertahan hidup, karena kita Alhamdulillah secara penghasilan masih bisa kami rasakan dari hasil penjualan sebelumnya.” tambahnya.
Karya yang dihasilkan pengrajin Rumah Tukik merupakan bukti kegigihan dan konsistensi dalam berkarya dan belajar untuk terus memperbaiki karya.
Ketika saya tanya pemasaran saat sebelum Pandemi ternya luar biasa, 15-20 buah patung badak terjual dalam satu bulan, sementara saat Pandemi ini, penjualan hanya pada layanan online.
Yang lebih luar biasa ternyata beberapa patung badak Tukik Ujungkulon telah sampai ke Swiss dan Belanda, selebihnya masih di wilayah Jabodetabek.
Untuk menghasilkan satu buah patung badak bisa diselesaikan dua sampai tiga hari, tergantung ukurannya.
Air laut sudah nampak kekuningan tandanya matahari seolah tenggelam ke dasar laut, menyapa belahan dunia yang lain, dan gelap mulai merangkak, saat kopi kami semua telah benar-benar telah tandas dan hanya tersisa ampas hitamnya.
Satu buah patung badak telah selesai dan tinggal finishing saat adzan magrib berkumandang di bumi Ujungkulon.
Kapan anda mau berkunjung ke TNUK dan memesan aneka kerajinan Rumah Tukik Ujungkulon?.