Berjuta bintang berkedip menawan, bertemankan angin bertiup kencang. Rembulan hadir menghiasi bumi di tengah malam yang teramat gulita, bintang kian semakin merentang ikut gembira menyambut sang rembulan telah datang.DI tengah tiupan angin malam terlihat seorang gadis mungil dengan rambut galing terurai tersapu angin lembut. Senyumnya tak pernah lepas dari sudut bibirnya, ia merasa sangat bahagia karna menurutnya kebahagiaan sesungguhnya adalah kebahagiaan di hari ulang tahunnya. Tepat di jam 00.00 malam, nanti umurnya menjadi 12 tahun, gadis mungil itu sudah banyak memimpikan hadiah yang di berikan kedua orangtuanya dan teman-temannya.Jam dinding terus melangkah maju, gadis mungil itu beranjak kearah kasur miliknya, khayalan yang membuatnya memejamkan matakarna malam yang kian dingin membuat kantuknya kian datang. Malam itu, rembulan tersenyum hangat mengiringi lelapnya sang gadis mungil kealam mimpi.
Cahaya pagi menelisik lewat jendela kamar bernuansa merah jambu, pagi yang mulai menyentuh cakrawala, embun langit yang menyentuh bumi serta burung-burung yang mulai terbang meninggalkan sepi.Gadis mungil itu kini sudah terbangun dari mimpi indahnya, pakaian biru putih yang bahkan sudah melekat rapi di tubuhnya membuat senyumnya tak pernah hilang dari wajah cantiknya.Sebut namanya Mentari, si gadis ceria yang selalu bersyukur dan berharap pada Sang Kholik serta pagi hari. Beberapa ucapan manis mengenai ulangtahunnya hari ini membuatnya enggan beranjak pulang, tetapi kedua orangtua yang disayanginya belum juga mengucapkan dihari istimewanya, layaknya anak pada umumnya ia juga merupakan anak yang senantiasa begitu di berikan cinta dan kasih sayang yang luar biasa dari orangtuannya.
Senja yang manis menghiasi sang cakrawala, semesta yang hangat dan rengkuh hangat yang melekat di tubuhnya mengejutkan gadis mungil yang baru saja selesai mengerjakan pr dari sekolah. Keduaorang tua yang ia sayangi tengah tersenyum di hadapannya, mereka mengucapkan selamat seraya memberikan sebuah bingkisan sederhana. Mentari tersenyum hangat, dengan rasa bahagia yang menggebu ia membuka bingkisan itu, alangkah bahagianya ia saat mengetahui isi dari bingkisan tersebut ialah sepasang sepatu yang selama ini ia bunga tidurkan. Dia terlihat begitu cantik, perpaduan antara warna hitam dan merah seolah membuatnya begitu indah, serta warna tali sepatu yang begitu putih bersih seakan melengkapi sepatu yang diberi nama Si Hitam Putih.
Kedua bola mata yang indah seakan tak pernah lepas dari si hitam putih. Jam dinding yang terus melangkah maju kini telah menunjukan bahwa hari yang indah akan segera usai. Memori yang indah dari pikiran gadis mungil itu tak pernah lepas dari benaknya, dengan melodi malam yang bertiup lembut mengantarkan gadis mungil itu ke alam mimpi manisnya.
Hari yang indah telah berlalu, digantikan dengan hari baru dengan semangat dan ceria yang baru.Pagi itu Mentari sangat semangat melakukan aktivitasnya, senyum di sudut bibir mungilnya tak henti-hentinya terus merekah indah. Gadis mungil itu bahkan bangun lebih pagi dari biasanya, ia bahkan melangkahkan kaki mungilnya bersama si hitam putih pagi ini.
Keharmonisan terjadi diantara mereka, semesta seolah tersenyum melihat gadis mungil itu, senyumnya merekah indah bagaikan sang fajar hari ini. Kini Mentari dan si hitam putih melangkah bersama untuk masa depan yang cerah. Dunia seakan tersenyum melihat kebersamaan mereka, seolah semesta berkata bahwa mereka bagaikan dawat dengan kertas.
Hari demi hari selalu mereka habisakan secara bersama-sama, seakan tak ada hari yang terlewatkan untuk mereka angkat kaki bersama. Mentari selalu tersenyum ke arah si hitam putih dan dia seolah membalas senyuman manis si pemilikdengan tulus.
“Aku bahagia bersamamu,” bisik suara tanpa wujud mengaggetkan gadis tersebut. Mentari menatap jengah ke segala arah,
“Seperti ada yang mengatakan sesuatu, tapi siapa?” Mentari bertanya pada dirinya sendiri, sejenak ia terdiam dan kembali menatap si hitam putih. Sementara hari kian beranjak senja, gadis mungil itu membiarkan pertanyaanya larut begitu saja dan melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumah. Hari yang aneh di lalui begitu saja tanpa memikirapa yang terjadi begitu larut.
Waktu kian melangkah maju, sementara kini telah hampir enam bulan Mentari melangkah bersama si hitam putih.Hari ini seperti biasa Mentari berangkat sekolah bersama si hitam putih untuk menuntut ilmu.Di waktu istirahat gadis mungil itu enggan beranjak dari kursi sekolahnya, hingga suara seorang gadis membuatnya menoleh kearah sumber suara. Dan ternyata itu adalah Arrabella teman dari Mentari yang ingin meminjam si hitam putih, awalnya gadis mungil itu ragu meminjamkan sepatu kesayangannya tetapi tak enak rasanya bila tak meminjamkan sesuatu kepada teman sendiri, lagian Mentari selalu di ajarkan untuk bersikap ramah serta tidak pelit terhadap kawan. Setelah selesai menggunakan, Mentari pikir temannya akan meminjamnya dengan baik karna mengingat waktu jam istirahat sangatlah singkat. Namun, dugaan gadis itu salah karna pada akhirnya ia menyakiti si hitam putih miliknya. Ia menginjak bagian belakang si hitam putih dan tali sepatu yang putih bersih di biarkan terurai jatuh mengenai permukaan tanah. Sambil tersenyum pedih ia memaafakan kesalahan temannya, tetapi seiring berjalannya waktu teman-teman sekelas yang lain menggunakan si hitam putih dengan tidak selayaknya tanpa seizin gadis itu dan membiarkan si hitam putih menjadi kesakitan.
Setiap pulang sekolah, Mentari selalu membersihkan si hitam putih dan menusapnya dengan tangan lembut miliknya.Si hitam putih tampak murung dan bersedih, ibarat manusia yang tersakiti yang merasa kesakitan dan berakhir tangisan.Ikatan kebersamaan yang selama ini terjalin membuat Mentari terasa begitu melekat dengan si hitam putih.Hatinya terasa naik pitam melihat sepatu kesayangannya di lukai tanpa belas kasihan.
“Dan aku akan mulai menjagamu lebih baik lagi, tak akan kubiarkan kamu tersakiti lagi,” ucap Mentari berjanji serayamenangis sedih.
Hari-hari terus dilalui, bahkan seketat apapun gadis itu menjaga si hitam putih teman-temannya memakai si hitam putih tanpa seizin gadis itu dan memakinya tanpa rasa tanggung jawab. Orang-orang jahat kembali menyakiti sepatu kesayangannya dan terus melakukan kesalahan yang sama, hingga pada akhirnya gadis itu menyadari bahwa si hitam putih miliknya telah rusak.
“Kau dulu cantik, indah dengan warnamu yang tak terlalu mencolok.Tali sepatu yang putih bersih kini telah berubah menjadi kekuningan,” ucapnya sendu ke si hitam putih “Hatiku melihatmu bagaikan di iris dengan sembilu.Dulu kau begitu indah bila dipandang, tetapi kini terdapat sobekan-sobekan yang pasti membuatmu merasa kesakitan.Jari jemariku pun ikut keluar seiring berjalannya waktu, bila musim penghujan tiba air bisa masuk lewat celah sobekan yang kini kian bertambah membesar.Terlalu enggan rasanya bila ku ingin membeli sepatu baru dan menggantikanmu” tambahnya berbicara pada si hitam putih seolah-olah sepatu itu mendengarkan keluh kesah pemiliknya.
Meskipun telah tak layak dipakai, Mentari tetap memilih menggunakan si hitam putih, tak peduli cemoohan yang terlontar dari bibir teman-temannya. Gadis mungil itu menjadi buah bibir di sekolah, hinaan nan menyakitkan tak ada habis-habisnya terlontar dari temannya. Namun, seburuk dan sesakit apapun cemoohan yang di terima gadis itu, ia tidak peduli karna baginya sepatu adalah barang yang diajak berperang meraih kesuksesan.
Setelah pulang sekolah, gadis mungil itu selalu berbicara dengan si hitam putih, seakan ia berbincang dengan manusia. Terlihat guratan kesedihan terpancar jelas di raut wajah sang Ibu menyaksikan anak gadisnya turut bersedih akan kerusakan yang terjadi pada si hitam putih. Berulangkali Ibu menawarkan ankanya untuk membeli sepatu yang baru, tetapi sekeras apapun Ibunya menawarkan anak gadisnya memilih meyakinkan sang Ibu untuk tidak membelikannya sepatu baru.
Siang itu matahari bersinar cukup terang, di hari minggu ini gadis mungil itu sedang tidak sehat, ia memilih memejamkan mata saat reaksi obat berpengaruh kepada rasa kantuknya.Mola adik dari Mentari yang tak jauh jarak umurnya, siang itu tengah bermain dengan tetangga di sebelah.Si hitam putih pula masih tersimpan rapi di rak sepatu sebelum gadis itu menyadari saat telah terbangun dari tidurnya bahwa sepatu kesayangannya tak lagi ditempatnya.
Dengan rasa cemas yang kian melanda, Mentari bertanya kepada Mola tentang keberadaan sepatu miliknya, awalnya adik perempuannya itu berbicara bahwa ia tak mengetahui tentang keberadaan sepatu milik kakaknya itu, tetapi dengan penuh desakan akhirnya Mola angkat bicara dan berkata jujur kepada kakaknya.
“Maafkan aku kak, aku telah membuang sepatumu itu” Mola berbicara sambil di penuhi rasa takut, sementara itu dengan rasa sesak di dada Mentari berlari keluar dan memeriksa tong sampah yang ada di luar.Namun naas sepatu miliknya tak kunjung di temukan, dengan derai air mata yang membasahi pipi gadis itu terus mencari berharap bahwa mobil pembuangan tong sampah belum membawanya pergi jauh.Gadis itu terjatuh di halaman rumahnya sambil menangis sedih “dimana kau sekarang, kau hilang tanpa tau kemana, maaf-maafkan aku yang tak sungguh-sungguh menjagamu” Mentari tak bisa terus berhenti menyalahkan dirinya sendiri.
Sore itu sepatu yang di buang oleh Mola tengah berada di pembuangan sampah, diantara tumpukan sampah yang hampir jatuh mengenai genangan air selokan yang ada di dekat pembuangan. Sepatu itu menangis tersedu-sedu dan berkata “Aku dulu bersamamu, kita melangkah menuju masa depan yang cerah bersama-sama. Kau usap debu yang ada pada punggungku setiap hari, kau rawat aku dengan baik dan kau bagi setiap suka dan dukamu kepadaku setiap hari.Hari-hari indah telah kita lewati bersama, aku tau kau tak pernah salah dalam menjaga atau menggunakanku. Yang salah adalah mereka yang memisahkanku denganmu dalam waktu yang entah kapan temu memberikan aku kesempatan kembali untuk bertemu denganmu, mereka yang telah melukaiku dan mereka yang telah tega menghancurkan keharmonisan diantara kita. Kita memang terpisah baik ruang dan waktu, aku bagai jatuh kedalam air mata karna terpisah jauh denganmu.Dulu akulah yang kau banggakan, hingga pada akhirnya waktu dan adikmu telah menggeser posisiku kebawah-kebawah hingga pada akhirnya posisiku tergantikan dan nasibku berakhir di tong sampah. Apabila sebelumnya aku mengetahui bahwa ini adalah hari terakhirku bersamamu, maka akan kukatakan bahwa aku yang mengatakan ucapan itu tempo lalu. Setelah ini biarlah waktu yang membawaku kembali padamu atau tidak sama sekali untuk selamanya.”
Waktu kian petang, tetapi si hitam putih tak kunjung gadis itu temukan. Dengan mata yang sembab gadis itu berjalan lungai pulang ke rumahnya. Ada sedikit rasa bersalah terpancar dari Mola adiknya, tetapi Mentari tak memperdulikan tatapan itu, karna yang sekarang terus ia pikirkan adalah keberadaan si hitam putih miliknya. Hari itu awan berubah menjadi abu-abu, segala rasa tumpah diwakili sang kelabu tetapi tanpa derai hujan yang menemani.
Hari senin yang biasanya gadis itu sambut dengan senyuman, kali ini terlewat dengan biasa saja.Tatapan sendu serta semangat yang hilang membuatnya menjadi gadis pendiam hari ini. Bahkan setelah sekolah usai, gadis itu di ajak oleh sang Ibu untuk mencari sepatu baru, tetapi tak ada sedikitpun rasa antusias darinya. Berulangkali ia menolak berbagai macam jenis sepatu, bahkan ketika ia di tawari dengan sepatu yang sama modelnya dengan si hitam putih, gadis itu menolaknya karna alasan menurutnya tak ada tatapan sehangat si hitam putih dari sepatu-sepatu itu.
Haripun berangkat senja, ia pulang ke rumah tanpa sepatu baru yang di tawari Ibunya. Saat mentari di cakrawala hampir pudar di gantikan dengan sang mega, gadis itu bertekad keras kembali mencari sepatu kesayangannya. “Akan aku cari sejauh apapun semesta memisahkan kita, semoga semesta berbaik hati untuk kembali mempertemukan.”
Sudah lama gadis itu mencari tanpa arah sepatu kesayangannya, tetapi tak kunjung ia temukan keberadaannya. “Aku akan terus mencari sejauh apapun dirimu hilang tanpa arah.Aku berjanji, jika suatu saat telah kutemukan dirimu, maka akan aku berikan sebuah tempat khusus untukmu beristirahat selamanya,” ucapnya sembari terus gigih mencari.Sementara itu langit kian muram, menumpakhan segala derai hujan yang sedari kemarin tak kunjung tumpah menjatuhi bumi.gadis itu tetap gigih mencari. Tak peduli sebasah kuyup apapun tubuhnya kali ini, dengan derai tangis yang mulai membasahi pipi ia jatuh lungai dan hampir menyerah. Namun, sepertinya semesta berbaik hati padanya, sepasang sepatu kesayangannya terlihat tergenang dibawa aliran air selokan. Gadis itu segera berlari dan menghapus air yang menghalangi penglihatannya, diambil dengan semangat sepatu miliknya, tak peduli dengan bau yang menusuk idara penciumannya. Baginya, tak ada hal yang membahagiakan saat ia bisa kembali berjumpa dengan sepatu miliknya.
“Kini waktu telah mempertemukan kita kembali, kau jauh dariku begitu lama. Aku tau mungkin mereka menganggapmu hanya sepasang sepatu yang lusuh dan tak lagi layak digunakan, tetapi bagiku kau melebihi mutiara yang berharga di dunia sekalipun karna membuat begitu banyak kenangan indah bersamaku.” Derai hujan menjadi cerita lengkap untuk hari ini, gadis itu memeluk sepatu kesayangannya dengan penuh rasa cinta dan rindu yang membara.
“Baiklah mari kita pulang, biar orang berkata aku orang gila tak mengapa. Asalkan aku bisa kembali bertemu denganmu dan bisa memberikanmu tempat khusus agar kau baik-baik saja.Ternyata benar kata mereka bahwa kita bagaikan dawat dengan kertas, walau sekeras apapun mereka memisahkan kita berdua, kita akan kembali pada suatu masa,” ucapnya dengan penuh rasa haru.Ia pergi meninggalkan tempat itu sambil membawa sepatu kesayanganya kembali ke rumah, tak peduli sederas apapun hujan kali ini mengguyur bumi, baginya kembali bertemu dan memiliki kesempatan untuk menjaga kembali adalah kebahagiaan terbesarnya untuk saat ini.
Setelah sampai di rumah, gadis mungil itu benar-benar membersihkan dan meletakan sepatu kesayangannya ke dalam sebuah kotak kaca yang berukuran cukup besar yang begitu indah dan cantik. Ia tersenyum menatap sepatu kesayanganya itu, dengan segala tekad ia meniatakan kepada dirinya bahwa ia akan menjaga sepatunya lebih ketat lagi dan menjadikan sepatu itu sebagai kenangan terindah yang pernah ia miliki.
“Aku bahagia bersamamu, aku sangat beruntung bisa dimilikimu. Kurela kau memakai sepatu baru,karna aku sadar bahwa aku sudah lusuh, aku yakin kau tak akan pernah melupakanku, karna kita telah melewati hari yang indah bersama. Setiap cerahnya sang mentari pagi, mendungnya langit hari, adalah senyuman yang kita lewati bersama. Langkahmu berjalan bersamaku, kita menyatu walau tak saling mengerti bahasa tat kala memang sebenarnya kita berbeda.Ada untuk tak saling melepas dan menjadi kenangan untuk cerita kedepan.Terimakasih untuk segalanya yang tak akan kulupakan setiap kenangan suka dan duka” ucap si hitam putih saat waktu membawanya pada ketenangan yang abadi.
*Anggun Gusmia, Anggota Paksi MAN 4 Pandeglang kelas XII MIPA 1