Oleh Siti Nuryana*
Pada hakikatnya semua manusia terlahir dengan rasa yang sama yaitu ingin selalu dihargai, meskipun kadang keegoisan bertolak belakang dengan jodohnya dihargai yakni menghargai. Dalam perjalanan sejarah yang panjang Indonesia yang tercipta sebagai Negara yang memiliki tingkat keanekaragaman yang kompleks seperti suku, budaya, ras, bahasa, etnis dan kepercayaan. Indonesia telah menunjukan kolaborasi yang indah di negeri katulistiwa kepada dunia. Namun ternyata kini banyak orang yang memanfaatakan kemajemukan yang ada, melalui sikap eklusif dari akar primordialisme yang melatar belakangi berbagai konfik dan berakhir pada ujaran kebencian.
Kecanggihan teknologi memberikan dampak positif dan dampak negativ bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah media sosial. Media sosial menjadi salah satu alat yang digunakan untuk perang konflik berbagai isu dengan nuasa sosial, ekonomi, politik dan isu keagaamaan yang sangat sensitiv. Salah satu contoh yaitu berita hoax, dalam KBBI hoax adalah berita bohong. Berita hoax dibuat oleh seseorang dengan berbagai tujuan seperti untuk sekedar main-main, penipuan, politik, dan agitasi. Berita hoax seringkali muncul pada berbagai media seperti media cetak, media elektronik dan media sosial. Berawal dari kebohongan mencuat menjadi benci, para provokator akan bergembira ketika sasarannya berhasil dikelabui. Keindahan corak warna-warni Indonesia memang mempunyai garis sisi sehingga memudahkan para provokator untuk memisahkan garis sisi itu secara perlahan sehingga merenggang dan bahkan bisa saja berakhir terpisah jauh. Kita sering melihat bagaimana komentar di media sosial yang menjudge hanya karena latar belakang yang berbeda, akhirnya terlihat seperti tidak pernah menyadari bahwa kita tinggal dimana, bagaimana lingkungan kita. Dengan kita membuka pitu rumah saja sudah bisa kita lihat warna kulit yang berbeda, dialeg yang berbeda dan asal daerah yang berbeda, hingga pada pilihan yang berbeda. Kita tidak bisa lagi mengindar dari kenyataan yang ada, sungguh disayangkan jika hanya karena hal seperti itu kita harus terpecah.
Cara menyikapi keanekaragaman yang ada di Indoneeisa yaitu dengan cara toleransi, kita perlu menghargai orang lain meskipun tidak sama dengan kita. Toleransi dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas masyarakat. Kita perlu memahami dan mengamalkan secara betul pedoman Negara kita yaitu panca sila. Mulai dari sila pertama ketuhanan yang maha Esa, kemudian kita lihat UUD 1945 pasal 29 ayat 2. Sudah jelas bahwa agama tidak boleh dipandang sebagai tembok pemisah kemudian dikaitkan dengan berbagai isu yang menimbulkan perpecahan ataupun ujaran kebencian. Dalam ajaran agama apapun, setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial untuk saling menghargai dan menjaga perdamaian. Sehingga dengan beragama seharusnya tidak ada lagi ujaran kebencian yang kita lontarkan karena sesungguhnya hidup kita harus berada pada jalan yang benar.
Pada sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, sila ke tiga ini perlu kita tanamkan bahwa berbagai latar belakang yang ada di Indonesia harus tetap bersatu, bhineka tunggal ika mengajarkan kita bahwa berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kita tidak lagi bertanya dari mana asalmu, bagaimana budayamu, apa agamamu selama kita masih menginjakan kaki di bumi pertiwi ini, kita adalah saudara setanah air kita mempunyai cerita perjuangan yang sama sebelum akhirnya kita merdeka dan kemerdekaan itu harus kita jaga sampai kapanpun dengan cara menjaga keutuhan bangsa dan Negara Indonesia tercinta.
*Relawan cahaya aksara
Sumber :
KBB Daring. Hoax. https://kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses Pada tanggal 11 Agustus 2019.