Bagaimana Nasib Huma, Pada Masa yang Akan Datang

PERTANIAN75 views

Sejak pagi hujan turun dengan intensitas ringan, (21/01) saya pandangi saja hujan yang turun itu lewat jendela yang tembus langsung ke rumah pohon di Cahaya Aksara, saung yang atapnya sudah habis dimakan waktu. Perlu diperbaiki.

Pikiran saya, kemudian langsung melayang ke tempat kegiatan yang dilaksanakan oleh teman-teman Boeatan Tjibalioeng (BTJ) yang akan menggelar kegiatan bertajuk Swara Jalawara Hawara.

Kegiatan yang dilaksanakan 21/01/2022 itu sudah dipersiapkan sedemikian rupa oleh teman-teman BTJ yang dalam hal ini adalah Ibu Nanda, yang tidak lain adalah pendamping hidup dari Rizal Mahfud yang memiliki ide dan gagasan tentang kegiatan tersebut.

Ibu Nanda, semoga segera menjadi ibu, menghubungi saya beberapa minggu sebelum kegiatan itu dilaksanakan, mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang akan digelar. Termasuk diskusi dengan tema “Huma dulu, sekarang dan akan datang” sebuah diskusi yang mendaulat saya sebagai pemantik diskusi.

Acara yang direncanakan pukul tiga sore itu ternyata harus tertunda karena bayak peserta yang berencana datang tapi masih berada dalam perjalanan.

Sekira pukul 4 sore kegiatan diskusi dimulai dengan menghadirkan Pak Taufik dari Dinas Pertanian Provinsi Banten dan Pak Marsani dari masyarakat Cibitung yang setiap tahunnya mengelola huma.

Saya mengawali diskusi dengan membacakan penggalan sajak dari Rendra, “Sajak Burung-Burung Kondor”

Para tani buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri sengsara. (Rendra)

sajak yang kemudian cukup membuat suasana dingin sore itu menjadi hangat.

Marsani sebagai petani huma menceritakan keluh kesahnya sebagai petani huma yang dari hari ke hari bertani huma semakin sulit karena tanah yang menyempit dan kurangnya kesuburan tanah.

Sementara dari dinas pertanian menganggap bahwa masalah alih fungsi lahan pertanian ini memang menjadi masalah bersama, karena populasi masyarakat yang semakin banyak, membutuhkan pemukiman dan membutuhkan makan, maka solusinya adalah peningkatan produktivitas hasil pertanian, bukan berarti huma harus ditinggalkan, akan tetapi ada solusi lain, yaitu membuat komoditas huma jangan jadi barang murahan, jadikan hasil huma komoditi istimewa yang akan meningkatkan perekonomian petaninya. Termasuk nantinya mempertahankan jenis padi lokal asal Cibaliung, seperti jenis padi jalawara hawara yang dijadikan nama kegiatan kali ini.

Dalam hal ini dinas pertanian akan melakukan pendampingan, karena hasil huma yang berkualitas itu harus bebas daro bahan kimia, maka perlu pendampingan sampai uji laboratorium yang kemudian nanti jika nanti telah lolos uji laboratorium maka tinggal pengemasan dan pemasaran yang menurutnya sangat terbuka, melalui media online.

Sementara Marsani sebagai petani huma berterima kasih jika dinas pertanian mau membantu petani huma, walaupun kegelisahannya mengenai alih fungsi lahan masih dia suarakan lewat sajak berbahasa sunda yang dia bacakan diakhir diskusi, puisi yang diiringi toleat oleh Rijal Mahfudz itu disambut teriakan dukungan dari penonton. Kegelisahan akan nasib huma yang dirasakannya semakin hari semakin tidak dapat dihindari, meski demikian Marsani bertekad bahwa huma bukan hanya perihal bercocok tanam dan berhubungan dengan isi perut, bagi Marsani huma adalah nilai. Nilai yang tidak ternilai. Seolah melalui suara yang keluar melalui lisannya Marsani mencurahkan kegelisahannya akan nasib petani huma. Marsani Menggugat.

Hadir dalam kegiatan tersebut Camat kecamatan Cibaliung, unsur babinsa, tokoh pemuda, mahasiswa. dinas pariwisata Pandeglang dan masyarakat umum.

Kegiatan saya tutup dengan doa pengharapan dan dilanjutkan penampilan dari kelompok musik Boeatan Tjibalioeng yang beberapa lagunya tentu tidak asing bagi kalangan anak muda terutama mahasiswa Cibaliung yang hadir, turut ikut bernyanyi.

Haripun beranjak senja, dan acara pentas malam itu tentu menjadi bagian tidak terpisahkan dan dinanti.

Akhirnya huma, semoga tetap ada, bukan hanya ada tapi bertambah dan lestari, menyampaikan nilai-nilai yang tertuang di dalamnya.

*Munawir Syahidi, Cahaya Aksara.