Omnibus Law Juga Mengatur Dunia Pendidikan

OPINI80 views

Selain menyasar dunia kerja yang melibatkan buruh, yang menurut pemerintah dan anggota dewan UU Omnibus Law itu adalah undang-undang yang menyederhanakan perizinan usaha agar investor dapat dengan mudah masuk ke Indonesia untuk menanamkan modalnya, meskipun undang-undang ini menuai protes dari berbagai kalangan akan tetapi nampaknya pemerintah dan dewan tetap kekeuh untuk mempertahankan undang-undang tersebut.

Berbagai protes dilakukan oleh masyarakat mulai dari demonstrasi sampai membuat lelucon menjual gedung DPR RI di situs belanja online.

Ternyata selain menyasar dunia kerja dan pertanahan, UU Omnibus Law juga masih menyasar dunia pendidikan.

Seperti dilansir dari CNN Indonesia, Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBT) akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi karena masih mengatur tentang pendidikan.

“Kami akan memperjuangkan melalui judicial review ke MK. Insan Tamansiswa juga pernah terlibat dalam penolakan UU Badan Hukum Pendidikan dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, yang keduanya dibatalkan MK,” ungkap Ketua Umum PKBT Cahyono Agus melalui keterangan tertulis, Selasa (6/10).

Salah satunya pada Pasal 65 yang mengatur perizinan usaha pada sektor pendidikan.

“Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,” bunyi pasal tersebut.

Cahyono menyatakan hal ini tidak sesuai dengan pernyataan DPR yang mencabut klaster pendidikan dari RUU Ciptaker sebelum disahkan.

Keberadaan pasal tersebut pun dinilai melanggar UUD 1945 karena mengkomersialisasi pendidikan. Menurutnya, langkah ini sama saja membuat pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan untuk mencari keuntungan.

Sementara itu, pengamat pendidikan dari PBKT Darmaningtyas mengatakan, langkah pemerintah dan DPR memberikan opsi izin berusaha untuk pendirian sekolah dan perguruan tinggi seolah menempatkan sektor pendidikan untuk mencari untung.

Menurutnya jika DPR ingin merevisi aturan terkait pendidikan, sebaiknya dilakukan pada UU pendidikan yang sudah ada. Hal ini dinilai lebih patut, dibanding mencampurkan perkara pendidikan pada UU yang dibuat dengan tujuan melancarkan investasi.

“Kan sudah ada UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen, dan juga UU Pendidikan Kedokteran. Mestinya di situ, kalau UU-nya masih ada sangkutannya, itu yang direvisi,” jelasnya kepada CNNIndonesia.com.

Pihaknya berencana menggugat UU Ciptaker ke MK setelah resmi disahkan dan diberi nomor perundang-undangan. Kini PKBT masih mempersiapkan pengajuan gugatan untuk menghapus Pasal 65 tersebut.

Hal serupa disampaikan Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) yang menilai pasal tersebut berpotensi mengkapitalisasi pendidikan.

Koordinator P2G Satriwan Salim mengatakan, potensi kapitalisasi pendidikan itu muncul karena dalam UU menjelaskan pelaksanaan perizinan akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.

Satriwan menilai kapitalisasi pendidikan dapat memberi banyak dampak buruk, khususnya bagi siswa tidak mampu. Ia khawatir biaya sekolah akan semakin mahal, sehingga tujuan pendidikan yang merata tidak terlaksana.

“Rasanya saya jadi malu mendidik siswa tentang materi hakikat demokrasi, kedaulatan rakyat, dan lembaga DPR, jika DPR sendiri tidak benar-benar mewakili aspirasi rakyat, tetapi mewakili investor. DPR bertanggungjawab atas dibukanya kembali kapitalisasi pendidikan,” lanjutnya.

Sementara Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda sendiri mengaku terkejut dengan keberadaan klaster pendidikan yang masih diatur di UU Ciptaker.

“Saya baru tahu tadi malam, bahwa masih ada pasal yang terkait dengan pendidikan. Ini di luar dugaan kita juga sebenarnya,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Huda mengatakan Baleg DPR tidak berkoordinasi dengan Komisi X terkait Pasal 65 yang masih ada di UU Ciptaker.

Untuk itu, pihaknya bakal meminta penjelasan ke Baleg mengenai langkah mereka yang tidak sesuai dengan keputusan mencabut klaster pendidikan.

Huda mengatakan, Komisi X sudah tidak bisa berupaya mendorong Baleg mencabut pasal karena UU Ciptaker telah disahkan.

“Kalau mau menggunakan hak konstitusinya, ya menggunakan judicial review. Komisi X mendorong kepada semua entitas pendidikan yang dirugikan atas pasal terkait pendidikan yang masih masuk dalam UU [untuk mengajukan judicial review],” tambahnya.